Minggu, 13 Oktober 2013
ARTIKEL ULFA FEBRIANI
DALAM
MEMBELA JAMBI DARI PENJAJAHAN BELANDA
ULFA
FEBRIANI
NIS.
9971684445
DINAS
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KABUPATEN
MUARO JAMBI
SMK
N
1 MUARO JAMBI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pahlawan adalah seseorang yang dengan gigihnya telah
berjasa untuk memperjuangkan dan mempertahankan keutuhan suatu bangsa. Itulah
mengapa pahlawan untuk memperjuangkan bangsa ini, demi kehormatan suatu bangsa
yang bermartabat. Peperangan demi peperangan mereka jalani semata-mata hanya
ingin membebaskan rakyat Indonesia dari kesengsaraan dan penderitaan yang
mereka alami. Tidak bisa kita pungkiri sumber daya alam yang melimpah, baik
hayati maupun non hayati yang ada di Indonesia ini membuat bangsa-bangsa lain
tergiur untuk memiliknya. Salah satu cara untuk mendapatkannya adalah melalui
penjajahan atau peperangan.
Sejarah telah mengukir nama-nama
pahlawan yang dengan gigihnya untuk memperjuangkan dan mempertahankan tanah air
ini. Baik pahlawan yang bersifat kedaerahan maupun yang bersifat nasional.
Salah satu pahlawan yang gigih dan keras terhadap penjajah adalah Sultan Thaha
Saifuddin dengan nama asli Sultan Thaha Saifuddin Jayadinigrat. Seorang putra
mahkota dari keturunan kerajaan melayu Jambi, beliau adalah pahlawan yang
berasal dari Jambi. Kemampuan dan keuletan yang beliau miliki untuk mengusir
penjajah sudah tidak di ragukan lagi, hingga akhir hayatnya beliau habiskan
untuk berjuang melawan penjajah. Jambi patut berbangga hati karena mempunyai
seorang pahlawan yang sehebat dan setangguh Sultan Thaha Saifuddin. Karena
membela rakyat adalah tindakan yang suci dan harus. Alasan inilah yang
membentuk dirinya tidak kenal takut terhadap segala penjajahan dan penindasan.
Negara penjajah yang ingin merebut
dan menguasai tanah Jambi adalah Belanda dan VOC. Salah satu faktor yang mendorong
kedatangan orang-orang Eropa ke Jambi adalah faktor ideologi.
Mereka
berkeinginan untuk menanamkan paham-paham yang mereka anut, termasuk
menyebarkan agama Kristen Katolik dan
kebudayaannya. Hal ini sesuai dengan semboyan yang mereka anut, yaitu 3G
(gold,gospel,glory) mencari kekayaan, sekaligus menyebarkan agama/kebudayaan
dan memperoleh kekuasaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sejarah asal usul Sultan Thaha Saifuddin pahlawan Jambi yang di kenal mempunyai
kepribadian luhur dan loyalitas yang tinggi terhadap bangsa ?
2. Bagaimana
perjuangan Sultan Thaha Saifuddin dalam memperjuangkan tanah Jambi dari
penjajahan?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui sejarah asal usul Sultan Thaha Saifuddin sebagai pahlawan Jambi yang
mempunyai kepribadian luhur dan loyalitas yang tinggi terhadap bangsa.
2. Untuk
menguraikan secara ringkas perjuangan Sultan Thaha Saifuddin dalam
memperjuangkan tanah Jambi penjajahan Belanda.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.2 Sejarah Asal Usul Sultan Thaha Saifuddin
Sultan Thaha Syaifuddin, seorang pahlawan
nasional yang lahir di Jambi pada tahun 1816 dilingkungan istana tanah pilih
kampung gedang kerajaan Jambi. Merupakan sosok yang tak pernah gentar dalam
membela tanah air ini. Secara tegas dan berani beliau menyatakan penolakan terhadap
kekuasaan pemerintah Belanda. Semenjak kecil, bocah kecil bernama Thaha Saifuddin
memang sudah memiliki keistimewaan dalam dirinnya.
Tanda-tanda itu tampak pada kecerdasan dan
ketangkasan yang kerap terlihat saat dia bermain dengan teman sebayanya. Bakat
alam luar biasa itusudah dimilikinya sejak dia lahir dari rahim sang ibu yang
kala itu menjadi permaisuri di kerajaan Jambi.
Thaha Saifuddin adalah anak Sultan Fachruddin, Sultan pertama yang
memerintah Jambi sekitar awal abad ke-19 lalu.
Sang bocah selalu berani dan pandai
bergaul dengan siapa saja tak ada batasan yang dia lakukan kepada teman-temanya
yang sama-sama keturunan bangsawan, atau dengan anak-anak para hulubalang yang
menetap diperkampungan. Thaha Saifuddin tak pernah sama sekali membedakan
mereka. Berani karena benar dan takut akibat perbuatannya yang salah, begitu
perinsip hidup yang dijalankan. Sikap baik ini sangat kuat tertanam dalam
dirinnya. Sikap itu pula yang pada akhirnya membentuk pribadi sang putra
mahkota sampai kelak dewasa dan mampu memimpin kerajaan islam di jambi secara
manusiawi.
Dia dilindungi rakyat dari
penindasan dan kesulitan hidup. Dia perangi kezaliman dan angkara murka, kaum
penjajah tanpa jasa sampai mati tak ada sedikitpun kata kompromi yang dia
kabulkan. Jika dalam kenyataan hal itu merugikan dan membuat sengsara kehidupan
rakyat Jambi. Bocah Thaha Saifuddin memang tak pernah lepas dari paham-paham
kejujuran dan kebenaran. Dia pun tidak menyukai keangkuhan dan ketamakan. Taha
bisa dididik ayahnya dengan ajaran budi pekerti yang luhur serta ajaran agama
islam yang kaut. Bahkan, pelajaran ilmu ketauhidan telah lama meresap secara
baik di dalam jiwanya sejak usia lima tahun. Sang putra mahkota Jambi percaya
benar, tak ada kekuasaan yang paling besar dan kekal di dunia ini selain
kekuasaan Allah SWT. Dan, dari dasar keyakinan yang ditumbuhkan sang ayah itu,
bocah cilik ini akhirnya mampu berkembang sebagai anak yang luar biasa, berani,
dan ulet dalam segala pekerjaan, termasuk dalam cara mengungkapkan pendapat
pribadinya.
Di masa putra mahkota ini hidup, Jambi
telah memiliki sejarah perjuangan yang cukup lama. Pada awal abad ke-19 atau
pada saat dia dilahirkan tahun 1816. Pemerintahan kerajaan yang ditampuk oleh
sang ayah ini sudah bercorak islam. Corak lama yang menganut unsur Hindu-Budha telah di tinggalkan. Sejak awal
abad ke-19 itu pula, sisa kejayaan Sriwijaya dan Singasari maupun Majapahit
yang pernah mampir di Jambi sebelumnya telah berubah total. Bentuk kerajaan pun
diubah menjadi kesultanan. Dan, Sultan Fachruddin, ayah Sultan Thaha yang
pemerintahannya selalu di bawah tekanan Belanda, menjadi Sultan Jambi pertama
yang beragama islam.
“ anakku, terimalah lambang kerajaan
berupa Keris Siginje
Ini ”. Kelak, dia akan mendampingimu dalam
memerintah Jambi secara lebih baik lagi dari pada pemerintahanku sekarang,
bawalah keris ini sebagai tanda bukti ikatan antara Sultan dan Rakyatnya.
Perangilah terus penjajah Belanda agar segera menyingkir dari bumi Jambi kita ini. Sabda
ini suatu hari diucapkan Sultan Fachruddin di istanannya kepada sang putra
mahkota. Baginda yang sudah cukup tua ini merasa ajalnya sudah dekat, dalam
usia senjanya itu tmapak pemerintahan pun sementara di titipkan kepada adik
baginda bernama Sultan Abdurchman. Sedangka, Sultan Thaha sendiri karena masih
muda baru berusia 25 tahun, diserahi tugas sebagai perdana mentrinnya.
Sikap baginda ini sangat membuat iri
adiknya yang lain, yaitu Sultan Nachruddin dan para anak keturunannya. Sebab,
mereka merasa punya hak yang sama pula untuk memerintah Jambi, namun meraka tak
kuasa. Lambang kesultanan berupa “keris siginje” yang
menjadi syarat mutlak dalam memerintah kerajaan telah dimiliki Sultan Thaha
sehingga secara resmi rakyat Jambi tak mendukung atau mengakui keberadaan
Sultan Nachruddin. Sedangkan, pemerintahan Sultan Abdurachman pun sifatnya
hanya sementara. Setelah lambang kebesaran atau kekuasaan raja itu dilimpakan
kepada Sultan Thaha, baginda Sultan Fachruddin wafat dengan tenang.
Baginda meninggalkan sejumlah tugas yang harus
bisa diselesaikan oleh adik dan putra satu-satunya ini. Kala itu, kesultanan Jambi
tengah menghadapi posisi sulit.
2.1 Perjuangan Sultan Thaha Saifuddin
melawan Belanda.
Belanda sebelumnya telah berhasil menekan sang Sultan
untuk menandatangani surat perjanjian yang isinya harus mengakui hak serta
kekuasaan penjajah dalam perdagangan di wilayah Jambi. Tindakan yang merugikan
Jambi ini memang tak kuasa di tolak oleh Sultan Fachruddin kala masih hidup. Karenanya sebagai penerus pemerintahannya, Sultan Thaha menghadapi tugas maha berat. Jiwannya yang penuh
diliputi ilmu ketauhidan terus berontak melihat sikap belanada dan VOC yang
akan mengambil kekuasaan penuh yang ditinggalkan ayahandanya. Dia ingin agar
jambi dapat kembali menjadi kesultanan yang akan dilakukannya itu suatu ketika diungkapkan
kepada sang paman, Sultan Abdurachman.
Menjelang perlawanan keras itu tiba, pihak Jambi dan Belanda serentak di
buat kaget, karena para
pedagang Amerika
yang siap membantu Jambi telah di tangkap Belanda sebelum aksi penyerangan, rahasia ini telah
bocor akibat laporan dari Sultan Nachrudin yang merasa iri. Ia berharap dengan jasanya
kelak dia pun akan diangkat menjadi Sultan Jambi oleh Belanda. Dari sisi lain Belanda lebih kaget karena Sultan Thaha yang memimpin pasukan Jambi menyodorkan pula maklumatnya Sultan Thaha menghapus perjanjian lama dan isi maklumat yang
di buatnya sama sekali tak mengakui hak-hak belanda atas Jambi. Belanda langsung membujuk Sultan Thaha Saifuddin memperbaharui perjanjian lama. Harapan belanda
di tolak mentah-mentah oleh Sultan Thaha Saifuddin. Pertempuran besar pun terjadi kekalahan di
pihak Belanda.
Meskipun Jambi telah
berhasil memperoleh kemenangan hati Sultan merasa sedih karena pamanya Sultan Abdurachman tewas pada pertempuran Belanda. Akhirnya Sultan Thaha berhasil melaksanakan maklumatnya dia memimpin
pemerintahan baru dengan bekal pusaka keris Siginje. Sultan Nachruddin pun di usir dari Jambi, Sultan Thaha di nobatkan menjadi Sultan Jambi III dengan gelar Pangeran Jayadiningrat. Di saat sang Sultan gadungan Nachruddin segera memindahkan pusat pemerintahanya dari Jambi kesuatu wilayah bernama Dusun Tengah. Dan lokasinnya berdekatan dengan Muaro Tembesi yang merupakan pusat kegiatan gerilia Sultan Thaha. Pihak Belanda pun terkecoh sampai waktu yang cukup lama,
kedua paman pun akan bersama-sama bertekad untuk bersatu membela penjajah,
perlawanan terus di gencar dikabarkan pihak jambi tetap berada di bawah kendali
Sultan Thaha hingga posisi Gerilianya mencapai usia 85 tahun dan tetap tak
mengakui kehadiran Belanda dan organisasi dagangnya (VOC).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Sultan Thaha Saifuddin adalah seorang putra mahkota yang lahir di
lingkungan kesultanan melayu Jambi. Merupakan putra dari Sultan Fachruddin, Sultan Thaha yang mempunyai kepribadian luhur dan sangat santun membuat
beliau dicintai oleh rakyatnya, beliau melanjutkan titah kepemimpinan dari
seorang ayahnya diusianya yang sangat muda, dengan di angkatnya menjadi Sultan Jambi. Sultan Thaha menghadapi beberapa hambatan kondisi yang tak baik
pada waktu itu, karena kesultanan Jambi berada di bawah tekanan Belanda yang ingin menguasai daerahnya. Selain itu
perlakuan tidak enak juga datang, dari adik kandunganya yaitu Sultan Nachrudin yang merasa iri terhadap jabatan yang di
berikan ayahnya kepada Sultan Thaha. Akan tetapi tidak patah semangat untuk tetap
mempertahankan tanah Jambi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar